Minggu, 01 November 2015

Menulis Di Tengah Dunia Yang Tidak Aman


Mood yang positif. Mungkin banyak dari kita menganggap dunia tempat kita tinggal tidak aman. Simak saja isi siaran di televisi, yang sarat berita yang mudah merisaukan hati kita. Kecelakaan lalu lintas, pemutusan hubungan kerja, persoalan ekonomi negara, kekerasan seksual, hingga pembunuhan yang sadis.

Merujuk hal-hal yang menciutkan hati itu psikolog Kristi Poerwandari dalam kolomnya di harian Kompas (Minggu, 1/11/2015 : 11) dengan judul "Dunia Yang Tak Aman," mengajukan pertanyaan : bagaimana membangun rasa aman dalam dunia yang tidak memberi rasa aman itu ?

Salah satu solusi yang dia ajukan adalah dengan membangun mental safe place, yaitu tempat aman dalam batin kita untuk membantu membuang tekanan hidup, entah riil atau yang bersifat imajiner.Afirmasi dan visualisasi positif membantu mengeset mood yang positif pula.

Lanjutnya, "Kita dapat mengalami peristiwa traumatik atau sangat menekan, atau bahkan menjadi kehilangan keseimbangan bukan karena mengalami sendiri, melainkan karena menyaksikan suatu peristiwa menakutkan."

Apabila itu terjadi, saran Kristi Poerwandari, "baik untuk menuliskan apa yang mengganggu kita, apa yang kita pikir dan rasakan terkait peristiwa. Banyak orang menulis buku harian untuk menemukan diri atau solusi dari persoalannya. Ini karena menulis dapat membantu kita mengorganisasi situasi dan reaksi menjadi cerita yang lebih jelas."

Bahkan, tegasnya, "dalam perjalanan menulis itu, kita sering dapat melakukan rekonstruksi atas apa yang terjadi. Yang sebelumnya dirasa mengguncang sedemikian dahsyat dapat dimaknai secara berbeda ("Saat itu aku masih lemah, sekarang aku kuat, aku bisa mengatasi bahkan dapat membantu orang lain.").

Untuk memberi rasa nyaman pada diri, lebih baik menjauh dari mereka yang terus menyalahkan fihak lain, banyak mengritik, tetapi kurang berefleksi pada perilaku diri sendiri. Lingkaran yang positif membantu membantu kita untuk tetap dapat menemukan berbagai sisi positif dari hidup yang tidak sempurna.

Selasa, 25 November 2014

Meniru Kerja Wartawan.


Pekerjaan wartawan tidak terlepas dari kegiatan mencatat. Mencatat keterangan nara sumber, data sampai suasana liputan. Mereka mencatat menggunakan bloknot atau gawai (gadget). Di bangku pendidikan yang berjalan selama belasan tahun  kita juga dituntut untuk melakukan kegiatan pencatatan. Demikian pula ketika kita memasuki dunia kerja.

Di luar kedua ranah tersebut, sebagian besar dari kita TIDAK melakukan pencatatan. Misalnya mencatat suasana hati saat lulus, saat memperoleh pekerjaan pertama, saat menyambut kelahiran anak, juga beragam peristiwa pribadi atau pun peristiwa di luar diri kita yang memengaruhi hidup kita. Kita kemudian cenderung mudah menjadi banyak lupa.

Alih-alih lupa tanggal ulang tahun keluarga atau teman, kita juga mudah lupa terhadap rekam jejak seseorang tokoh yang bila terpilih sebagai pimpinan mampu mengubah perjalanan sejarah hidup kita sebagai bangsa. Untuk konteks ini hingga ada ujaran bahwa bangsa yang pelupa merupakan santapan empuk bagi para politikus busuk.

Kita sebagai rakyat  tentu saja tidak  mau menjadi korban mereka. Jangan kita menjadi bangsa yang pelupa. Untuk itu kita harus meneladani kiprah wartawan, yaitu rajin dan tekun melakukan pencatatan tentang pelbagai kehidupan diri kita sendiri. Misalnya dalam buku harian.

BAWALAH PERGI KEMANA-MANA. Bloknot yang ukurannya bisa masuk saku baju kita,akan mudah dibawa kemana pun kita pergi. Kita bisa membuat bloknot itu sendiri dari sebalik kertas yang sudah kita gunakan. Manfaatnya ganda : kita bisa ikut menghemat pemakaian kertas dan membuat diri kita mampu meningkat produktivitas dan kreativitas.

Manfaatnya ? Aktivitas mencatat  merupakan olah raga yang baik bagi otak kita agar terhindar dari ancaman kepikunan dini, sebagai sarana katarsis meredakan stres,  melatih  berpikir secara jernih dan sistematis, dan  membuat kita terampil menuangkan pikiran ke dalam bahasa.

Sebagai kaum epistoholik alias pencandu penulisan surat pembaca,  beragam manfaat dari kegiatan mencatat dengan tajuk  joy of journaling ini kini sedang saya kampanyekan. Bila Anda ingin bergabung silakan kontak di

Email : humorliner@yahoo.com.

Saya nantikan.

Bambang Haryanto (EI)
Wonogiri 57612

Tulisan ini telah dimuat di kolom Surat Pembaca Harian Suara Merdeka, Selasa, 25 November 2014. Tautan : disini (tulisan kedua).

#bloknotmania #joyofjournaling #manfaatmencatat

Kamis, 02 Oktober 2014

Awas Intel Jepang Ada Dimana-mana !


Oleh : Bambang Haryanto
Aktivis Literasi #joyofjournaling

Majalah Reader’s Digest pernah menulis lelucon : “Apa yang terjadi bila satu bus penuh turis Jepang dibajak teroris ? Polisi akan memperoleh 50 foto diri teroris dari pelbagai sudut. “

Lelucon ini menunjukkan kegetolan turis Jepang yang kemana-mana memotret obyek wisata yang mereka kunjungi. Ternyata kebiasaan hebat turis Jepang bukan hanya itu.

Harry Davis, Wakil Direktur Program MBA di Sekolah Bisnis Universitas Chicago, Amerika Serikat, mengatakan bahwa turis-turis Jepang itu juga membawa-bawa bloknot. Mereka mencatat hal-hal khusus yang dapat mereka amati dari pelbagai penjuru dunia yang mereka kunjungi.



Mereka sedang melakukan tindak intelijen secara legal. Mereka mengumpulkan data. Pelbagai data itu diolah dan dijadikan pertimbangan dalam menghasilkan produk yang diekspor Jepang ke seluruh dunia. Itulah cara Jepang menguasai ekonomi dunia.

Apakah Anda bila menjadi wisatawan di manca negara juga ingin melakukan hal hebat yang sama ?

Sumber : Komedikus Erektus : Dagelan Republik Kacau Balau. Imania, 2010.

Wonogiri, 2/10/2014

Diskusi di Facebook :

Lolyta Sari : Ide bagus mas.

Murtini Pendit : Terus terang, kalau saya jalan2 ke luar negeri senangnya mejeng dan di foto dg latar belakang gedung, pemandangan atau orang lokal. Tdk pernah mencatat, hanya menyimpan foto utk kenangan pribadi, he he he.

Irhamni Ali  : Gimana ya pak saya juga suka sekali memotret dan mencatat tapiii kalo saya tulis dan sebarkan akan jadi pitnah krn banyak ayam burik pak 

Bambang Haryanto : Tks, Irhamni Ali. Smg terus getol memotret, baik pakai kamera dan kamera hati, jg dlm mencatat. Maaf aku msh tidak tahu konteksnya mengapa aktivitasmu itu bs terkait dgn ayam burik. Jargon ini pun jg gak aku ketahui. Maaf.

Tapi intinya kampanye
#joyofjournaling dan #manfaatmencatat ini sesungguhnya ditujukan utk semua orang agar menjadi lbh produktif dan pembelajar yg lebih baik. Mosok pustakawan menolak gagasan ini ?


Irhamni Ali
: Setuju pak, saat ini saya ingin sekali belajar menulis khususnya penulisan populer, agak nyesel juga saya dulu gak ambil mata kuliah itu waktu muda dulu.

Bambang Haryanto
: Langsung praktek saja, Irhamni Ali. Tidak ada kata terlambat. Dan ingat, dunia perpustakaan Indonesia membutuhkannya.Irhamni Ali : Iya pak first rules is no rules saat ini saya sdg kecanduan nulis ilmiah pak khususnya call for paper heheheh, alhamdulillah KPDI aceh ini tulisan saya kembali diterima seperti kemarin.

Yogi Hartono
: Jadi inget waktu kkn dulu, ada bus membawa turis jepang berhenti di pinggiran alun alun purwakarka....beberapa turis jepang mengerumuni obyek dengan membawa handycam....ternyata mereka mendokumentasikan orang gila kumuh gak berbusana...katanya di jepang gak ada.....he he he mirip butoh...pertunjukan teater jepang..


Bambang Haryanto : Mengapa wisatawan Jepang selalu motret sana motret sini dimana-mana ? Ada beberapa jawaban menarik di : http://www.quora.com/Why-are-Japanese-tourists-always...

Bambang Haryanto
Agar rapi dan terorganisasi, pendemo di Hongkong Occupy Central With Love and Peace (OCLP) yang masih hangat saat ini sampai menerbitkan manual gerakan. Isinya begitu rinci, dari filosofi sampai mengenai detil sarana yang perlu disiapkan. Sarana itu meliputi : telepon seluler, kantong tidur (tenda tidak dianjurkan), tas punggung besar, dan juga bloknot plus bolpoin untuk menuliskan catatan-catatan penting.

Tautan : http://oclp.hk/index.php?route=occupy%2Feng_detail&eng_id=28


Bambang Haryanto
: Tips memotret saat liburan dengan handphone Anda   : http://travel.usnews.com/.../How-to-Take-Amazing.../...

Irhamni Ali
: Tips yang menarik pak, saya pun sudah memulainya dengan telepon seluler dan alhamdulillah, sayqa pake iphone dan aplikasi adobe photoshop express hasilnya juga lumayan bagus pak.


Selasa, 30 September 2014

Mario Teguh, Louis van Gaal dan Budaya Mencatat Kita

Oleh : Bambang Haryanto
Aktivis Literasi #joyofjournaling


Kalau Anda menonton acaranya Mario Teguh di Metro TV, dapatkah Anda menilai seberapa tinggi tingkat pendidikan mereka yang hadir di studio itu ? SLTA ? Sarjana ? Pascasarjana ?

Dari melihat aktivitas audiens saat berlangsungnya acara, saya malah berpendapat mereka itu mungkin layak berpendidikan di bawah tingkat SLTA.

Karena jarang, jarang sekali terlihat, ada yang serius melakukan aktivitas mencatat semburan demi semburan kata-kata mutiara dari Mario Teguh saat itu. Semua mendengarkan saja. Terlongo. Bahkan sering terlambat menyambar humor Pak Mario yang super itu.

Tanpa dicatat, begitu acara selesai dan kita keluar ruangan, sebagian besar ajaran Mario Teguh itu akan hilang. Dua hari kemudian, semuanya benar-benar tidak berbekas (Komedikus Erektus : Dagelan Republik Kacau Balau. Imania, 2010).

Coba lihat contoh lain : Louis van Gaal (foto, kanan) manajer klub sepakbola tersohor Manchester United. Lihatlah, di pinggir lapangan sangat sering kita lihat dia menulis catatan demi catatan terkait pertandingan yang sedang terjadi.

Orang top saja masih suka mencatat untuk (terus) bisa belajar.
Bagaimana dengan Anda ?

Wonogiri, 30 September 2014

Diskusi di Facebook :

Niko Andreyan : Ide yg dtg sekelebat bs hilang jk tdk dicatat. Sy terkejut wkt bapak beri sy buku kecil utk menulis nama. Maaf krna penasaran sy membaca tulisan didalamnya. Sy jd sadar mencatat hal2 itu bermanfaat sekali. Musti dibiasakan.

Yogi Hartono : Ada juga pelatih yang dijuluki bapak catatan dan statistik, Jose Mouriho, pelatih Chelsea...sayangnya kebiasaan mencatat, mendikumentasi belum membudaya di Indonesia.

Murad Maulana Vespa : Mengikat makna. Pentingnya sebuah catatan

Peter Pratistha : Sepakat om.

Bambang Haryanto : Terima kasih, Yogi Hartono. Betul, tentang Mr. Mou. Moga bisa jadi bahan cerita #joyofjournaling berikutnya. 

Bambang Haryanto : Tks, Peter Pratistha. Apalagi untuk profesi geolog, catatan itu ibarat handuk untuk pengembara. Bahkan konon ada aturan baku harus memakai pensil H, 2H atau 3H. Dalam kuliah di UGM bgmn hal ini diajarkan ? Dinanti ceritanya.   

Murtini Pendit : Mencatat adalah kebiasaan alm misuaku. Kini aku ditinggali 10 buku harian yg berisi catatan setiap hari tidak ada hari yg bolong. Mungkin inilah kebiasaan seorang penulis. 

Bambang Haryanto : Ya, begitulah ibu Murtini Pendit, ritus seorang penulis. Setiap hari dituntut harus menulis, utamanya dalam buku harian. Kebiasaan ini sptnya masih sering dipandang remeh ya ?  

Mbah Yo : Mas BH, nun 30 th y.l., bos saya yg datang dari AS juga punya buku kecil yg siap di kantong bajunya. Dia setiap hari selalu mencatat hal2 yg dirasa penting yg terjadi pada hari itu. Waktu itu saya ikut2-an mencatat...... Eeeeh ga bertahan lama.

Murtini Pendit : Mbah Yo Saya juga diwarisi 10 tahun buku harian dan saya juga mencoba mencatat apa yg terpikirkan setiap hari....eh, tak bertahan lama karena lebih suka buka FB, ha ha ha.

Mbah Yo : Bu Murtini Pendit, jaman saya dulu Facebook kayanya belum ngetren deh.

Bambang Haryanto
Usul-usil : kegiatan mencatat itu idealnya harus terkait dengan "proyek hidup" kita masing2. Pak Nyoman getol mencatat krn terkait profesi beliau sbg penulis buku. Kalau terpisah, ya sebaiknya berupa buku harian dan aktivitas ini jgn diremehkan manfaat besarnya bagi kesejahteraan lahir dan batin pelakunya.

Peter Pratistha
: Ya mengamini sekali pernyataan Om Bambang, catatan lapangan bagi seorang geolog menjadi sangat penting dalam melakukan pengamatan lapangan, selain menggunakan peralatan peralatan geologi lain seperti palu geologi, kompas geologi untuk mengukur orientasi batuan, lup, dan juga GPS. Untuk pensil yang digunakan untuk membuat sketsa singkapan batuan maupun lanskap pemandangan alam.

Dengan catatan yang lengkap dan terorganisir dengan baik, kami dapat membuat laporan kondisi geologi suatu daerah Om. One of the most important things in geological fieldwork Om :-).


Foto Bambang Haryanto.Bambang Haryanto : Terima kasih, Peter Pratistha. Selain geolog adalah penulis dan jurnalis yang mendaulat catatan sbg senjata andalan kerja mereka. Ada yg menambahkan ? Kampanye #joyofjournaling dan #manfaatmencatat ini sesungguhnya ditujukan utk semua orang agar menjadi lbh produktif dan pembelajar yg lebih baik. Profesi2 di atas sbg contoh yang baik untuk kita teladani.  

Peter Pratistha : Setuju penuh, Om. Mari kita budayakan bersama sama.

Bambang Haryanto: Niko Andreyan, mari kita biasakan membawa bloknot dan menggunakannya. Bloknotku itu (foto, kiri) adalah hadiah dari Perpustakaan Bank Indonesia Mayangkara Surabaya (colek mas Junanto Herdiawan, Dicki Agus Nugroho Alwayslovekudalaut, Bambang Prakoso, Dian Novita Fitriani) saat ikut literary tour memakai bus House of Sampoerna, April 2014. Tapi bloknot BI itu tak bisa masuk kantong baju, jadi saya potong jadi dua. Itu ukuran standar bloknot saya sejak tahun 1980-an.