Selasa, 30 September 2014

Mario Teguh, Louis van Gaal dan Budaya Mencatat Kita

Oleh : Bambang Haryanto
Aktivis Literasi #joyofjournaling


Kalau Anda menonton acaranya Mario Teguh di Metro TV, dapatkah Anda menilai seberapa tinggi tingkat pendidikan mereka yang hadir di studio itu ? SLTA ? Sarjana ? Pascasarjana ?

Dari melihat aktivitas audiens saat berlangsungnya acara, saya malah berpendapat mereka itu mungkin layak berpendidikan di bawah tingkat SLTA.

Karena jarang, jarang sekali terlihat, ada yang serius melakukan aktivitas mencatat semburan demi semburan kata-kata mutiara dari Mario Teguh saat itu. Semua mendengarkan saja. Terlongo. Bahkan sering terlambat menyambar humor Pak Mario yang super itu.

Tanpa dicatat, begitu acara selesai dan kita keluar ruangan, sebagian besar ajaran Mario Teguh itu akan hilang. Dua hari kemudian, semuanya benar-benar tidak berbekas (Komedikus Erektus : Dagelan Republik Kacau Balau. Imania, 2010).

Coba lihat contoh lain : Louis van Gaal (foto, kanan) manajer klub sepakbola tersohor Manchester United. Lihatlah, di pinggir lapangan sangat sering kita lihat dia menulis catatan demi catatan terkait pertandingan yang sedang terjadi.

Orang top saja masih suka mencatat untuk (terus) bisa belajar.
Bagaimana dengan Anda ?

Wonogiri, 30 September 2014

Diskusi di Facebook :

Niko Andreyan : Ide yg dtg sekelebat bs hilang jk tdk dicatat. Sy terkejut wkt bapak beri sy buku kecil utk menulis nama. Maaf krna penasaran sy membaca tulisan didalamnya. Sy jd sadar mencatat hal2 itu bermanfaat sekali. Musti dibiasakan.

Yogi Hartono : Ada juga pelatih yang dijuluki bapak catatan dan statistik, Jose Mouriho, pelatih Chelsea...sayangnya kebiasaan mencatat, mendikumentasi belum membudaya di Indonesia.

Murad Maulana Vespa : Mengikat makna. Pentingnya sebuah catatan

Peter Pratistha : Sepakat om.

Bambang Haryanto : Terima kasih, Yogi Hartono. Betul, tentang Mr. Mou. Moga bisa jadi bahan cerita #joyofjournaling berikutnya. 

Bambang Haryanto : Tks, Peter Pratistha. Apalagi untuk profesi geolog, catatan itu ibarat handuk untuk pengembara. Bahkan konon ada aturan baku harus memakai pensil H, 2H atau 3H. Dalam kuliah di UGM bgmn hal ini diajarkan ? Dinanti ceritanya.   

Murtini Pendit : Mencatat adalah kebiasaan alm misuaku. Kini aku ditinggali 10 buku harian yg berisi catatan setiap hari tidak ada hari yg bolong. Mungkin inilah kebiasaan seorang penulis. 

Bambang Haryanto : Ya, begitulah ibu Murtini Pendit, ritus seorang penulis. Setiap hari dituntut harus menulis, utamanya dalam buku harian. Kebiasaan ini sptnya masih sering dipandang remeh ya ?  

Mbah Yo : Mas BH, nun 30 th y.l., bos saya yg datang dari AS juga punya buku kecil yg siap di kantong bajunya. Dia setiap hari selalu mencatat hal2 yg dirasa penting yg terjadi pada hari itu. Waktu itu saya ikut2-an mencatat...... Eeeeh ga bertahan lama.

Murtini Pendit : Mbah Yo Saya juga diwarisi 10 tahun buku harian dan saya juga mencoba mencatat apa yg terpikirkan setiap hari....eh, tak bertahan lama karena lebih suka buka FB, ha ha ha.

Mbah Yo : Bu Murtini Pendit, jaman saya dulu Facebook kayanya belum ngetren deh.

Bambang Haryanto
Usul-usil : kegiatan mencatat itu idealnya harus terkait dengan "proyek hidup" kita masing2. Pak Nyoman getol mencatat krn terkait profesi beliau sbg penulis buku. Kalau terpisah, ya sebaiknya berupa buku harian dan aktivitas ini jgn diremehkan manfaat besarnya bagi kesejahteraan lahir dan batin pelakunya.

Peter Pratistha
: Ya mengamini sekali pernyataan Om Bambang, catatan lapangan bagi seorang geolog menjadi sangat penting dalam melakukan pengamatan lapangan, selain menggunakan peralatan peralatan geologi lain seperti palu geologi, kompas geologi untuk mengukur orientasi batuan, lup, dan juga GPS. Untuk pensil yang digunakan untuk membuat sketsa singkapan batuan maupun lanskap pemandangan alam.

Dengan catatan yang lengkap dan terorganisir dengan baik, kami dapat membuat laporan kondisi geologi suatu daerah Om. One of the most important things in geological fieldwork Om :-).


Foto Bambang Haryanto.Bambang Haryanto : Terima kasih, Peter Pratistha. Selain geolog adalah penulis dan jurnalis yang mendaulat catatan sbg senjata andalan kerja mereka. Ada yg menambahkan ? Kampanye #joyofjournaling dan #manfaatmencatat ini sesungguhnya ditujukan utk semua orang agar menjadi lbh produktif dan pembelajar yg lebih baik. Profesi2 di atas sbg contoh yang baik untuk kita teladani.  

Peter Pratistha : Setuju penuh, Om. Mari kita budayakan bersama sama.

Bambang Haryanto: Niko Andreyan, mari kita biasakan membawa bloknot dan menggunakannya. Bloknotku itu (foto, kiri) adalah hadiah dari Perpustakaan Bank Indonesia Mayangkara Surabaya (colek mas Junanto Herdiawan, Dicki Agus Nugroho Alwayslovekudalaut, Bambang Prakoso, Dian Novita Fitriani) saat ikut literary tour memakai bus House of Sampoerna, April 2014. Tapi bloknot BI itu tak bisa masuk kantong baju, jadi saya potong jadi dua. Itu ukuran standar bloknot saya sejak tahun 1980-an.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar